Oleh: Hammam Aulia (KS 354 DE)
Pagi hari, pada tanggal 11 Mei 2018 Gunung Merapi meletus pertama kali di tahun ini, dengan tipe letusan freatik, asap membumbung tinggi dari puncaknya dan abu tipis menghujani sebagian Kota Jogja. Sosial media heboh tapi cukup kondusif. Hal itu sempat membuat ragu untuk berangkat mendaki Gunung Merbabu yang rencananya di tanggal 12-13 Mei, meskipun logistik sudah di packing. Melihat-lihat kondisi terlebih dulu apakah akan terjadi letusan lagi atau sudah tenang. Menghubungi basecamp pendakian, mereka tetap buka karena tidak terkena dampak langsung. Hingga keluar pernyataan status Merapi tetap normal dan kemungkinan tidak akan ada letusan lebih besar setelahnya dalam waktu dekat, maka keputusan untuk berangkat menjadi bulat.
Pada pendakian kali ini Jalur Thekelan yang dipilih, terletak di lereng sisi utara Gunung Merbabu, tepatnya di Desa Kopeng yang terkenal dengan Taman Wisata Kopengnya dan jalur pendakian lainnya yaitu Jalur Cunthel yang terpisah beberapa lembahan di sisi barat Jalur Thekelan. Bukan puncak tertinggi yang dituju, tetapi untuk berlatih evakuasi pada medan sulit atau biasa disingkat EMS. Sesuai dengan namanya, evakuasi dilakukan pada medan yang sulit dijangkau manusia, seperti tebing atau lereng yang curam karena kecelakaan bisa terjadi dimana saja apalagi bagi penggiat alam bebas. Sehingga selain pengetahuan dan perlengkapan untuk menangani korban juga dibutuhkan keterampilan dan peralatan untuk memindahkan korban dari medan yang sulit ke medan yang aman.
Hari pertama diisi dengan tracking menuju Pos 3, tempat kami akan mendirikan tenda. Di jalur ini air mudah ditemukan, di Pos 1,2, dan 3 tersedia kran air dari suatu sumber yang dialirkan melalui pipa air. Tracking dari basecamp sampai pos 3 mungkin baru setengah perjalanan menuju puncak, tapi disini sudah cukup mendapatkan pemandangan yang luas, dan tempat yang cukup lebar untuk mendirikan beberapa tenda. Pada malam harinya membuat api unggun dan ngobrol-ngobrol sambil menunggu tiga teman yang baru berangkat dari jogja sore hari. Hingga tengah malam teman kami tak kunjung datang dan tak ada kabar, satu persatu dari kami mulai capek lalu masuk tenda, kami pikir mereka bermalam di basecamp atau di jalur pendakian sebelum pos tiga karena sudah kemalaman.
Keesokan harinya ketika pagi masih gelap terdengar langkah orang datang dan percakapan yang suaranya terdengar familiar. Beberapa dari kami mengecek keluar tenda dan ya itu adalah teman-teman kami. Akhirnya mereka sampai juga, ternyata mereka baru tiba di basecamp pukul 12.00 malam dan langsung mendaki, tentu saja mereka kelelahan lalu lanjut tidur. Beberapa dari kami masak untuk sarapan, agenda hari ini adalah latihan EMS.
Setelah selesai sarapan kami menyiapkan peralatan untuk latihan, peralatan yang digunakan adalah peralatan yang bisa digunakan untuk mengakses medan vertikal seperti tali kernmatel, carabiner, webbing, dan masih banyak lagi. Tempat yang digunakan tidak jauh dari pos 3, berada di dua lereng bukit saling berhadapan yang dipisahkan oleh lembah kecil tidak terlalu dalam. Pada latihan kali ini mensimulasikan memindahkan korban dari suatu lereng bukit menuju lereng bukit di seberangnya menggunakan teknik tyrolean. Kami sempat mencoba teknik itu di kampus tetapi kali ini tidak berjalan cukup lancar, medan yang lebih sulit dan minimnya pengalaman karena ini pertama kalinya kami mencoba di lapangan. Tapi ya kami cukup senang karena pernah mencobanya di lapangan.
Latihan selesai ketika hari mulai gelap, rencananya hari ini langsung pulang, maka kami segera mengemasi peralatan latihan dan membongkar tenda. Waktu menunjukkan pukul 8 malam ketika kami mulai berjalan meninggalkan pos 3. Kami berjalan beriringan dan tetap dalam satu rombongan hingga sampai di basecamp pukul 11 malam. Setelah istirahat sejenak kami meninggalkan basecamp untuk pulang ke tujuan masing-masing, Semuanya selamat sampai tujuan.